"Eh, aku ga jadi ngasih itu pengemis, takutnya dikira sombong"
"Eh, mending aku ga usah jujur aja kali ya, nanti malah teman-temanku banyak yang menipu aku"
"Nanti kalau aku kebanyakan berbuat baik, dikiranya aku ada niatan lain dibaliknya"
"Ah, ngapain sih berbuat kebaikan, toh besok juga udah dilupain sama mereka semua"
Beberapa kalimat di atas barangkali pernah kita dengar atau bahkan kita ucapkan sendiri dalam aktivitas sehari-hari yang kita jalani. Kalimat bernada pesimistis, ketidakyakinan yang cenderung melemahkan semangat kita untuk melakukan sesuatu. Padahal, bukankah tak ada satupun hal di dunia ini yang mengandung risiko? Bukankah dalam setiap hal yang kita lakukan di dunia ini selalau ada dua kemungkinan yaitu kemungkinan terbaik dan kemungkinan terburuk.
Saat orang jalan kaki, maka kemungkinan terbaiknya adalah bisa jadi di jalan nemu emas seberat 1 kg dan dalam bungkusan emas itu ada tulisannya siapapun yang menemukan benda ini, maka dialah pemiliknya, barang ini halal 100%, huehehehe.. Nah terus kemungkinan terburuknya? Bisa jadi menginjak kotoran ayam yang masih cair yang akhirnya mengenai celana atau baju kita.
Saat orang tidur, kemungkinan terbaiknya adalah dia tidur dengan pulas, kalaupun mimpi maka mimpinya indah dan bangun dengan penuh semangat dan rasa syukur. Kemungkinan terburuknya? Pas tidur ada tikus masuk lalu buang air kecil di atas perut kita, tak lama kemudian jatuh lagi dari atas kotoran cicak yang melintas di atap kamar kita. Bisa? Semua bisa terjadi.
Maka saat kita ingin melakukan sebuah aktivitas, apalagi aktivitas itu adalah positif dan baik, lakukan saja. Lalu bagaimana kalau keputusan kita untuk melakukan aktivitas itu tidak tepat? Sudah kita bahas di atas, semua pasti ada kemungkinananya, semua ada resikonya.
Ada sebuah rangkaian kata-kata bagus yang menyebutkan seperti ini. "Keputusan yang kita buat pada sebuah masa adalah keputusan terbaik yang bisa kita buat pada masa itu dengan segenap sumber daya yang kita miliki saat itu". Apa tafsirannya? tak ada keputusan yang salah. Kalau saat kita masih TK, kita ditanya 2x8 berapa? Lalu kita menjawab 4, apakah itu keputusan salah? Menurut definisi di atas, keputusan kita untuk menjawab 4 adalah keputusan terbaik berdasarkan sumber daya (ilmu) yang kita miliki saat itu. Setelah kita menjawab, dan jawaban kita salah, orang yang lebih tahu akan memberikan tambahan sumber daya baru berupa pemahaman bahwa 2x8 adalah 16. Maka di saat berikutnya, ketika kita ditanyakan pertanyaan yang sama sudah pasti jawabannya adakan berbeda dengan jawaban yang dulu pernah disampauikan.
Demikian juga dengan kita dalam hidup ini. Saat kita tahu bahwa aktivitas yang akan kita lakukan adalah aktivitas yang baik, lakukan saja, kita akan belajar sebuah hal baru dari keputusan yang kita buat. Selanjutnya, kalau kita kembalikan lagi kepada hakikat keberadaan kita sebagai manusia, maka semuanya akan kembali pada hubungan antara kita dengan Tuhan, bukan demi yang lain. Kembali kepada niat kita menjalani aktivitas tersebut.
So, the questions is" MIAPAH " kamu melakukan semuanya?
Saya kutipkan puisi indah dari bunda Teresa.
Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih; tapi bagaimanapun, berbaik hatilah.
Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu; tapi bagaimanapun, jujur dan terbukalah.
Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri; tapi bagaimanapun, berbahagialah.
Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa sahabat sejati; tapi bagaimanapun, jadilah sukses.
Apa
yang engkau bangun selama bertahun-tahun mungkin saja dihancurkan orang
lain hanya dalam semalam; tapi bagaimanapun, bangunlah.
Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang; tapi bagaimanapun, berbuat baiklah.
Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu.
Pada akhirnya, engkau akan tahu bahwa ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu. Ini bukan urusan antara engkau dan mereka.
No comments:
Post a Comment