Monday, November 25, 2013
Oleh-Oleh Pendidikan (Bagian 5)
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang MAHA MENCIPTA
"Bukankah begitu bunyi ayat pertama dalam Al Quran yang diturunkan kepada umat Muhammad? Maka belajarlah untuk MENCIPTAKAN!" kata Dik Doank lagi.
Hanya saja menurut Dik, kondisi lingkungan sekolah seringkali tidak mendukung untuk munculnya pembelajaran mengenai kreativitas ini. Lingkungan sekolah terlalu kaku untuk bisa mengakomodir potensi munculnya kreativitas dari setiap siswa.
Ki Hajar Dewantara, salah satu pakar pendidikan nasional menyebut sekolah sebagai "TAMAN SISWA" bukan "SEKOLAH SISWA". Taman identik dengan keindahan, taman identik dengan alami. Maka seharusnya dibuatlah lingkungan sekolah yang dekat dengan nuansa alam. Agar anak belajar untuk mencintai alam, menanam pohon, peduli akan ketersediaan air di muka bumi ini. Air yang semakin lama jumlahnya semakin berkurang. Padahal air adalah anugerah Allah yang diberikan kepada bumi, tidak kepada planet lain.
Dik Doank pun menyampaikan bahwa dalam kitab Taurat, disebutkan "Ku titipkan tanahku pada orang yang shalih". Salah satu ciri orang shalih adalah mereka yang peduli pada ciptaan Allah SWT, termasuk alam dan segala isinya.
Mengenai Guru, menurut Dik, kata yang pas sebaiknya bukan "mengabdi menjadi guru" tetapi " mengabdi kepada Allah dengan cara menjadi seorang guru". Jadi menjadi guru adalah bagian dari beribadah kepada Allah. Memiliki ilmu yang bermanfaat bagi dirinya, ilmunya diamalkan, ilmunya diajarkan, sehingga semakin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.
Menjadi guru seharusnya dekat dengan menjadi bahagia. Kebahagiaan tidak dicari, kebahagiaan adalah sunnatullah, dia akan mencari siapapun yang membahagiakan orang lain. Maka saat seorang guru bisa membuat bahagia murid-muridnya, saat itulah ada kebahagiaan. Kalau guru belum merasa bahagia, berarti dia belum menemukan metode mengajar yang membahagiakan siswanya.
Ada sebuah rangkaian kata-kata menarik dari Dik Doank, yang dijadikannya sebagai salah satu acuan juga penggerak untuk seorang Dik Doank meninggalkan dunia keartisannya dan beralih ke dunia pendidikan. Bagaimana rangkaian kata-katanya? Insya Allah di bagian berikutnya....
... to be continued...
Oleh-Oleh Pendidikan (bagian 4)
Well, sudah terasa di opening speechnya. Berbeda banget dengan pembicara-pembicara yang sudah pernah saya dengar. Kalau menurut saya, opening speech yang dilakukan oleh Dik Doank ini sangat menyentuh sisi ukhrawi. Keren!! (lho kok ga dibahas? Fokus kita ke yang kaitannya ama sekolah aja Ji).
Oke, lanjut... Pada awal materi, Dik Doank membahas mengenai keberadaan salah satu pelajaran dasar yang seharusnya dikuasai oleh para siswa sebelum pelajaran-pelajaran berikutnya. Apa itu? Tidak lain tidak bukan adalah menggambar. Menurut Dik, alur pembelajaran seorang anak dari kecil seharusnya dimulai dari menggambar dulu baru membaca dan menghitung.
Untuk memudahkan pemahaman tentang pentingnya menggambar, Dik pun menggambar sebuah gambar acak. Gambar itu hanya berisi garis-garis yang saling bersinggungan satu sama lain. Setelah selesai, Dik meminta beberapa peserta untuk menemukan ada berapa banyak potensi gambar ikan yang bisa dibuat dari gambar garis acak tersebut.
Setelah beberapa peserta maju dan menemukan gambar-gambar ikan itu, Dik pun meminta peserta untuk menghitung berapa jumlah gambar ikan yang bisa dibuat dari garis acak itu. Para peserta pun menghitung bersama-sama jumlah gambar ikan yang ada dipapan. Setelah diketahui jumlahnya, Dik pun bertanya, "Kalau begitu? Duluan mana prosesnya? Menggambar dulu atau menghitung dulu? ". Para peserta pun kompak menjawab, "MENGGAMBAAAR!!".
"Okee, Nah kalau pelajaran menggambar tidak diajarkan di awal,bagaimana mungkin bisa dengan mudah mengajarkan membaca, apalagi berhitung?" kata Dik Doank menanggapi jawaban peserta.
Dik Doank pun menambahkan, " Aktivitas menggambar adalah aktivitas yang dilakukan seorang anak saat memegang pena untuk pertama kalinya. Bahkan ruangan tempat kita melakukan seminar ini dulunya digambar dulu baru dihitung. Aktivitas menggambar adalah aktivitas mencipta. Aktivitas yang berpotensi besar melahirkan kreativitas".
"Pertanyaannya kenapa pelajaran menggambar tidak diberikan porsi besar dalam pembelajaran kita? Satu hal yang barangkali menyebabkan anak bangsa ini muncul bukan sebagai penemu atau pencipta, tetapi penjiplak atau peniru. Kalau kita lihat penemu pesawat terbang misalnya, mereka menggambar sketsanya dulu baru menghitung penjelasannya. Jadi, bagi Anda yang berprofesi sebagai guru, maka hal wajib yang harus Anda kuasai adalah MENGGAMBAR" demikian penjelasan Dik Doank mengakhiri pembahasannya mengenai urgensi menggambar.
...to be continued....
Saturday, November 16, 2013
Pembelajar Cinta
Melantunkan rasa bersama malam
Sedetik tak berdaya
Seolah tak berada
Mungkin tak bermakna
Keinginan untuk menyemai
Benih-benih cinta
Memilah memilih
Apakah dengan ini
Apakah dengan itu
Karena cinta itu unik
Maka pengungkapkan cinta
Adalah seni
Karena cinta itu unik
Maka merasa dicintai itu pilihan
Pilihan sang pemilik hati
Inginku ungkapkan cinta
Tapi cinta itu luas
Atau sekedar diam saja
Tapi diam itu cinta
Ah...nikmati saja rasamu
Bumbu itu menyedapkan
Api itu untuk mematangkan
Tinggal kumpulkan bahan
Lalu kamu olah
Mengolah itu adalah ujicoba
Ujicoba itu adalah belajar
Belajar adalah sahabat cinta
Dan aku belajar untuk selalu
Bangun cinta dan menjaganya
Sedetik tak berdaya
Seolah tak berada
Mungkin tak bermakna
Keinginan untuk menyemai
Benih-benih cinta
Memilah memilih
Apakah dengan ini
Apakah dengan itu
Karena cinta itu unik
Maka pengungkapkan cinta
Adalah seni
Karena cinta itu unik
Maka merasa dicintai itu pilihan
Pilihan sang pemilik hati
Inginku ungkapkan cinta
Tapi cinta itu luas
Atau sekedar diam saja
Tapi diam itu cinta
Ah...nikmati saja rasamu
Bumbu itu menyedapkan
Api itu untuk mematangkan
Tinggal kumpulkan bahan
Lalu kamu olah
Mengolah itu adalah ujicoba
Ujicoba itu adalah belajar
Belajar adalah sahabat cinta
Dan aku belajar untuk selalu
Bangun cinta dan menjaganya
Monday, November 11, 2013
Barakah Bersamamu ^_^
Dalam kebersamaan
Ada barakah
Dalam kerinduan
Ada barakah
Dalam perjalanan
Ada barakah
Dalam canda dan tawa
Ada barakah
Dalam ibadah
Ada barakah
Dalam senyuman
Ada barakah
Dalam istirahat
Ada barakah
Dalam ucapan mesra
Ada barakah
Memandang pun
Muncul barakah
Berbisik pun
Mengalun barakah
Menyentuh pun
Semakin terasa lembut barakah
Saling mendoakan
Mengumpulkan barakah
Saling berdiskusi
Mengikat barakah
Saling menasehati
Menumpuk barakah
Karena barakah adalah anugerah
Karena barakah adalah keindahan
Karena barakah adalah bahagia
Karena barakah adalah kesucian
Ada barakah
Dalam kerinduan
Ada barakah
Dalam perjalanan
Ada barakah
Dalam canda dan tawa
Ada barakah
Dalam ibadah
Ada barakah
Dalam senyuman
Ada barakah
Dalam istirahat
Ada barakah
Dalam ucapan mesra
Ada barakah
Memandang pun
Muncul barakah
Berbisik pun
Mengalun barakah
Menyentuh pun
Semakin terasa lembut barakah
Saling mendoakan
Mengumpulkan barakah
Saling berdiskusi
Mengikat barakah
Saling menasehati
Menumpuk barakah
Karena barakah adalah anugerah
Karena barakah adalah keindahan
Karena barakah adalah bahagia
Karena barakah adalah kesucian
Oleh-oleh Pendidikan (bagian 3)
Pada saat sesi tanya jawab, penulis buku "Guru Gokil Murid Unyu" ini membeberkan beberapa tips untuk "menulis dengan hati". Menurut beliau, hanya tulisan "dari hati"lah yang akan sampai ke hati. Lalu bagaimana caranya? tak lain dan tak bukan adalah dengan cara menulis hal apapun yang memang pernah dialami dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi apa yang beliau tulis lewat essay beliau, apa yang beliau sampaikan dalam buku beliau, semua berdasarkan pengalaman nyata beliau saat berinteraksi dengan anak didik dalam kapasitas sebagai seorang pengajar.
Ada hal menarik lain yang sempat saya catat mengenai hal inovatif lain yang dilakukan pak J sebagai guru. Kebetulan sekolah tempat beliau mengajar mengadakan semacam program "living in" yaitu tinggal di daerah-daerah tertentu, misalnya kampung penduduk terpencil, kampung sampah, dan lain-lain. Salah seorang siswanya bertugas di pemakaman warga. Tugasnya adalah membantu petugas gali kubur menguburkan jenazah. Setelah beberapa hari menjalani proses living in , tibalah waktu bagi sang siswa untuk kembali ke sekolahnya.
Sampai di sekolah, salah satu pelajaran yang diikutinya adalah sejarah. Salah satu pelajaran yang diampu juga oleh Pak J. Setelah beberapa waktu bertemu, tibalah waktunya ulangan harian untuk mata pelajaran sejarah ini. Secara mengejutkan, ternyata soalnya hanya satu tugas saja. Apa itu tugasnya? Menceritakan pengalaman yang dialami para siswanya selama menjalani proses living in. Salah seorang siswa pun bertanya kepada pak J, " Lho pak, bukannya ini pelajaran sejarah pak? Kok tugasnya mengarang? Seperti pelajaran bahasa Indonesia saja". Pak J pun menjawab "Benar sekali nak, ini adalah pelajaran sejarah. Bukankah yang namanya sejarah itu adalah masa lalu atau the past time? Bukankah apa yang sudah kamu alami sebelumnya itu adalah sebuah SEJARAH bagi kamu?" AHA!!! keluar dari pakem, ya..
Kembali kepada apa yang disampaikan oleh beliau di awal seminar, bahwa pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang terkait langsung dengan tantangan hidup yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari mereka. So, definisi siwa yang SMART menurut beliau adalah mereka yang bisa menyelesaikan permasalahan hidup mereka. Untuk membentuk seorang siwa yang SMART membutuhkan kerja sama baik dari unsur orang tua maupun pendidik itu sendiri. Siswa yang pandai secara akademik, belum tentu masuk dalam kategori SMART. Oleh karena itu diperlukan kecerdasan dari seorang pendidik untuk tidak hanya sekedar mendidik, tetapi juga mampu memetakan, mengarahkan, dan mengembangkan setiap potensi yang dimiliki oleh anak didiknya.
Oke, sampai bagian 3 ini adalah apa yang disampaikan oleh pak J. Bagian berikutnya akan saya sharingkan beberapa hal yang disampaikan oleh DIK DOANK, seorang artis yang memutuskan untuk terjun ke dunia pendidikan. See U....
to be continued....
Friday, November 1, 2013
100 TULISAN, DONE!!
*sekedar ekspresi rasa syukur saja
NB : untuk mas Fanny dan Astri, tulisan ini tidak dihitung kok..huehehehe....
Oleh-oleh Pendidikan (bagian 2)
Lalu apa saja yang didapatkan oleh beliau?
Pertama, materi tentang "menghormati orang tua" terkuasai dengan baik oleh para siswanya. Indikator minimalnya adalah saat melihat respon para siswa pada saat mempresentasikan hasil karyanya masing-masing. Mereka sangat antusias dan terharu saat diminta menceritakan tentang orang-tuanya masing-masing, lengkap dengan kesehariannya. Creative!! Materi tidak hanya berupa teori, tapi mereka melakukan pengamatan langsung, mendengarkan dan juga merasakan bagaimana keseharian orang tuanya masing-masing.
Kedua, dari kerja kelompok ini, Pak J Sumardianta juga bisa mengenal lebih dekat pribadi masing-masing anak dengan latar belakang keluarganya. Ada sebuah cerita menarik saat seorang anak mempresentasikan karyanya. Waktu itu Pak J mengomentari gambar ibu dari salah seorang siswa, "wah ibumu masih muda dan cantik ya" kata pak J. Secara spontan sang siswa menjawab, "Iya lah pak, saya aja mau kok kawin sama dia".
Tentu saja jawaban 'aneh' ini mengundang pertanyaan dari pak J. Beliau akhirnya menanyakan maksud di balik jawaban sang anak ini. Ternyata wanita itu adalah ibu tirinya. Selama ini pun, sang anak tidak pernah tinggal dengan orang tuanya, melainkan bersama kakek-neneknya. Orang tuanya sudah lama berpisah sejak dia kecil.
Hal menarik di atas barulah salah satu diantara begitu banyak hal menarik lain yang muncul selama presentasi tugas berlangsung. Pak J tidak hanya kreatif mengemas penyampaian materi tetapi juga berhasil membangun sebuah hubungan emosional dengan anak didiknya. Modal yang sangat berharga untuk bisa mengarahkan perjalanan anak didiknya ke depan. Guru tidak hanya melihat dari sisi luar yang tampak dari seorang murid, tapi juga paham betul bagaimana latar belakang tiap-tiap siswa. "Sentuh hatinya, ciptakan longterm memori dalam pikirannya" demikian tips yang diusulkan oleh pak J dalam hal mengajar.
Pada saat sesi tanya jawab, pak J ditanya tentang bagaimana cara mengatasi permasalahan menyontek di kelas. Sebelum menjawab, beliau menyampaikan bahwa penyebab siswa mencontek itu karena model pembelajaran yang selama ini dilakukan adalah model hafalan padahal model hafalan itu tidak menarik bagi siswa. Model hafalan juga tidak terlalu bisa mengakomodir sebuah tujuan untuk internalisasi sebuah pemahaman dan aplikasi praktis dari setiap materi pelajaran bagi siswa.
Oleh karena itu, model ulangan harian yang diterapkan oleh pak J bukan ulangan tertulis, tetapi ulangan lisan atau model wawancara. Misalnya saja, materi ulangannya adalah siswa diminta membaca buku tertentu dan nantinya diminta menceritakan isi dan atau pemahaman siswa atas buku yang dibacanya. Selain ulangan lisan, pak J juga melaksanakan ujian atau ulangan dalam bentuk presentasi kelompok. Model yang memungkinkan tiap siswanya untuk saling bertukar ilmu dan pemahaman atas materi-materi yang diujikan. Ditinjau dari aspek soft skill belajar dan juga presentasi kelompok juga melatih team work dan juga leadership dalam diri setiap siswa.
Selain sharing mengenai beberapa metode mengajar yang beliau terapkan, Pak J ini juga membagikan ilmu dan pengalamannya dalam menulis. Beliau adalah kolumnis sebuah koran nasional dan juga pengarang buku. Beliau membagi pengalamannya terkait dengan bagaimana "menulis dengan hati". Kira-kira bagaimana yaa? Sampai jumpa di episode "Oleh-oleh pendidikan (bagian 3)....
to be continued....
Pertama, materi tentang "menghormati orang tua" terkuasai dengan baik oleh para siswanya. Indikator minimalnya adalah saat melihat respon para siswa pada saat mempresentasikan hasil karyanya masing-masing. Mereka sangat antusias dan terharu saat diminta menceritakan tentang orang-tuanya masing-masing, lengkap dengan kesehariannya. Creative!! Materi tidak hanya berupa teori, tapi mereka melakukan pengamatan langsung, mendengarkan dan juga merasakan bagaimana keseharian orang tuanya masing-masing.
Kedua, dari kerja kelompok ini, Pak J Sumardianta juga bisa mengenal lebih dekat pribadi masing-masing anak dengan latar belakang keluarganya. Ada sebuah cerita menarik saat seorang anak mempresentasikan karyanya. Waktu itu Pak J mengomentari gambar ibu dari salah seorang siswa, "wah ibumu masih muda dan cantik ya" kata pak J. Secara spontan sang siswa menjawab, "Iya lah pak, saya aja mau kok kawin sama dia".
Tentu saja jawaban 'aneh' ini mengundang pertanyaan dari pak J. Beliau akhirnya menanyakan maksud di balik jawaban sang anak ini. Ternyata wanita itu adalah ibu tirinya. Selama ini pun, sang anak tidak pernah tinggal dengan orang tuanya, melainkan bersama kakek-neneknya. Orang tuanya sudah lama berpisah sejak dia kecil.
Hal menarik di atas barulah salah satu diantara begitu banyak hal menarik lain yang muncul selama presentasi tugas berlangsung. Pak J tidak hanya kreatif mengemas penyampaian materi tetapi juga berhasil membangun sebuah hubungan emosional dengan anak didiknya. Modal yang sangat berharga untuk bisa mengarahkan perjalanan anak didiknya ke depan. Guru tidak hanya melihat dari sisi luar yang tampak dari seorang murid, tapi juga paham betul bagaimana latar belakang tiap-tiap siswa. "Sentuh hatinya, ciptakan longterm memori dalam pikirannya" demikian tips yang diusulkan oleh pak J dalam hal mengajar.
Pada saat sesi tanya jawab, pak J ditanya tentang bagaimana cara mengatasi permasalahan menyontek di kelas. Sebelum menjawab, beliau menyampaikan bahwa penyebab siswa mencontek itu karena model pembelajaran yang selama ini dilakukan adalah model hafalan padahal model hafalan itu tidak menarik bagi siswa. Model hafalan juga tidak terlalu bisa mengakomodir sebuah tujuan untuk internalisasi sebuah pemahaman dan aplikasi praktis dari setiap materi pelajaran bagi siswa.
Oleh karena itu, model ulangan harian yang diterapkan oleh pak J bukan ulangan tertulis, tetapi ulangan lisan atau model wawancara. Misalnya saja, materi ulangannya adalah siswa diminta membaca buku tertentu dan nantinya diminta menceritakan isi dan atau pemahaman siswa atas buku yang dibacanya. Selain ulangan lisan, pak J juga melaksanakan ujian atau ulangan dalam bentuk presentasi kelompok. Model yang memungkinkan tiap siswanya untuk saling bertukar ilmu dan pemahaman atas materi-materi yang diujikan. Ditinjau dari aspek soft skill belajar dan juga presentasi kelompok juga melatih team work dan juga leadership dalam diri setiap siswa.
Selain sharing mengenai beberapa metode mengajar yang beliau terapkan, Pak J ini juga membagikan ilmu dan pengalamannya dalam menulis. Beliau adalah kolumnis sebuah koran nasional dan juga pengarang buku. Beliau membagi pengalamannya terkait dengan bagaimana "menulis dengan hati". Kira-kira bagaimana yaa? Sampai jumpa di episode "Oleh-oleh pendidikan (bagian 3)....
to be continued....
Menunggu Itu...
"Waiting trizn because of Culien"
Tahukah Anda arti kata-kata di atas? Akan sangat sulit mengartikannya kecuali kalau pembaca memahami kata-kata dalam bahasa Jawa. Waiting di atas bukan berarti menunggu, secara keseluruhan arti kalimat tercetak miring di atas adalah bersemainya cinta itu karena sebuah intensitas (witing tresna jalaran soko kulina).
Oke, kembali ke topik. Bagi sebagian besar orang, menunggu adalah sebuah aktivitas yang menyebalkan. Tidak jarang menimbulkan pertikaian antara orang yang menunggu dan yang ditunggu. Terutama saat yang ditunggu terlambat datang dan keterlambatannya memakan waktu yang sangat lama.
Menunggu juga bisa membuat seseorang kehilangan mood nya secara cepat. Misalnya saja saat harus menunggu antrian di kasir sebuah supermarket atau swalayan. Padahal harus segera berpindah ke agenda selanjutnya. Dampaknya, bisa marah-marah sendiri, menyalahkan kasirnya, menyalahkan supirnya ketika jalannya lambat, dan masih banyak lagi.
Beberapa waktu yang lalu saya mampir di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar di Jogja. Niat ke sana hanya ingin membeli jeruk nipis untuk dibawa pulang. Setelah sampai di dalam, ternyata sudah begitu panjang antrian orang di area kasir. Mau tidak mau, setelah saya mengambil jeruk nipis yang hanya 9 biji itu, saya pun ikut mengantri di kasir. Agar lebih cepat, saya memilih antrian mana yang kira-kira lebih pendek daripada antrian lain.
Saya pun memilih antrian paling ujung yang sepertinya tidak terlalu panjang barisannya. Ternyata eh ternyata salah prediksi. Justru antrian yang saya pilih ini yang jalannya paling lama dibandingkan yang lain. Wuah, bakalan nge-pos di sini lama ini, batin saya. Ibu-ibu di belakang saya sudah mulai menggerutu. Beliau juga sama seperti saya, hanya membeli sedikit barang saja.
Saya pun berpikir, wah masak waktunya dibuang-buang cuma buat nunggu sih. Lalu saya keluarkan HP saya, dan saya buka file di email tentang kumpulan tulisan seorang penulis terkenal. Sambil menunggu saya baca beberapa tulisan tersebut. Hasilnya, selama 30 menit menunggu, beberapa artikel pendek sudah berhasil selesai saya baca. Penantian panjang pun berakhir, segera setelah saya bayar, saya bergegas pulang untuk melanjutkan aktivitas berikutnya.
Kalimat yang sungguh klasik tapi sangat powerfull, Life is Choice. Hidup adalah pilihan. Peristiwa yang kita alami dalam suatu waktu antara orang satu dengan orang yang lain barangkali sama. Misalnya saja, sama-sama menunggu. Hanya saja pilihan respon atas kejadian atau peristiwa yang dialami bisa jadi berbeda. Lalu bagaimana komentar Anda tentang menunggu?
Ah, bisa jadi kita akan berkomentar, menunggu itu :
- menyebalkan
- membuat kita emosi
- membuat kaki pegel-pegel
Tapi, bisa jadi juga kita akan berkomentar, menunggu itu :
- training kesabaran
- bikin tambah pinter
- bisa nambah relasi (sama yang sama-sama nunggu)
- bisa buat ngobrol asik dan penuh cinta (dengan pasangan)
- dll
Menunggu itu....?
*............ = Pilihan kita masing-masing
Tahukah Anda arti kata-kata di atas? Akan sangat sulit mengartikannya kecuali kalau pembaca memahami kata-kata dalam bahasa Jawa. Waiting di atas bukan berarti menunggu, secara keseluruhan arti kalimat tercetak miring di atas adalah bersemainya cinta itu karena sebuah intensitas (witing tresna jalaran soko kulina).
Oke, kembali ke topik. Bagi sebagian besar orang, menunggu adalah sebuah aktivitas yang menyebalkan. Tidak jarang menimbulkan pertikaian antara orang yang menunggu dan yang ditunggu. Terutama saat yang ditunggu terlambat datang dan keterlambatannya memakan waktu yang sangat lama.
Menunggu juga bisa membuat seseorang kehilangan mood nya secara cepat. Misalnya saja saat harus menunggu antrian di kasir sebuah supermarket atau swalayan. Padahal harus segera berpindah ke agenda selanjutnya. Dampaknya, bisa marah-marah sendiri, menyalahkan kasirnya, menyalahkan supirnya ketika jalannya lambat, dan masih banyak lagi.
Beberapa waktu yang lalu saya mampir di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar di Jogja. Niat ke sana hanya ingin membeli jeruk nipis untuk dibawa pulang. Setelah sampai di dalam, ternyata sudah begitu panjang antrian orang di area kasir. Mau tidak mau, setelah saya mengambil jeruk nipis yang hanya 9 biji itu, saya pun ikut mengantri di kasir. Agar lebih cepat, saya memilih antrian mana yang kira-kira lebih pendek daripada antrian lain.
Saya pun memilih antrian paling ujung yang sepertinya tidak terlalu panjang barisannya. Ternyata eh ternyata salah prediksi. Justru antrian yang saya pilih ini yang jalannya paling lama dibandingkan yang lain. Wuah, bakalan nge-pos di sini lama ini, batin saya. Ibu-ibu di belakang saya sudah mulai menggerutu. Beliau juga sama seperti saya, hanya membeli sedikit barang saja.
Saya pun berpikir, wah masak waktunya dibuang-buang cuma buat nunggu sih. Lalu saya keluarkan HP saya, dan saya buka file di email tentang kumpulan tulisan seorang penulis terkenal. Sambil menunggu saya baca beberapa tulisan tersebut. Hasilnya, selama 30 menit menunggu, beberapa artikel pendek sudah berhasil selesai saya baca. Penantian panjang pun berakhir, segera setelah saya bayar, saya bergegas pulang untuk melanjutkan aktivitas berikutnya.
Kalimat yang sungguh klasik tapi sangat powerfull, Life is Choice. Hidup adalah pilihan. Peristiwa yang kita alami dalam suatu waktu antara orang satu dengan orang yang lain barangkali sama. Misalnya saja, sama-sama menunggu. Hanya saja pilihan respon atas kejadian atau peristiwa yang dialami bisa jadi berbeda. Lalu bagaimana komentar Anda tentang menunggu?
Ah, bisa jadi kita akan berkomentar, menunggu itu :
- menyebalkan
- membuat kita emosi
- membuat kaki pegel-pegel
Tapi, bisa jadi juga kita akan berkomentar, menunggu itu :
- training kesabaran
- bikin tambah pinter
- bisa nambah relasi (sama yang sama-sama nunggu)
- bisa buat ngobrol asik dan penuh cinta (dengan pasangan)
- dll
Menunggu itu....?
*............ = Pilihan kita masing-masing
Subscribe to:
Posts (Atom)