Monday, September 30, 2013
Kado Ulang Tahun Salma (3)
........
"Ssst... jangan masuk dulu Salma, ke sini mendekatlah kemari. Rupanya anak-anak yang ada di dalam rumah ini sedang saling bicara" kata kakek sambil mengajak Salma lebih mendekat dengan dinding rumah sederhana itu.
Salma pun mendekat, dan setelah mendekat, dari celah-celah dinding rumah tersebut terlihat ada 3 orang anak wanita. Salah satunya Salma kenal, ya.. dia adalah Fatima, salah seorang temannya yang diundang ke ulang tahun Salma. "Berarti dua anak yang lain adalah adik-adik Fatima" batin Salma.
Sayup-sayup dari dalam rumah terdengarlah suara Fatima dan adik-adiknya. Tampaknya mereka sedang membicarakan sesuatu yang sangat serius.
"Jadi kakak benar-benar memberikan mantel itu?" tanya Andini, adik Fatima
"Iya, dik, karena Salma adalah teman baik kakak. Kakak ingin berikan hadiah yang terbaik di hari ulang tahun Salma" terang Fatima
"Tapi Kak... mantel itu kan hadiah ulang tahun dari bapak untuk kakak. Walaupun mantel itu sudah usang, tapi aku lihat kakak sangat senang memilikinya" kata Andini lagi.
"Iya Dik, kamu benar, kakak memang sayang sekali dengan mantel itu. Kakak tahu bapak pun membelikannya dengan susah payah. Tapi itu satu-satunya harta berharga yang bisa kakak berikan sebagai hadiah untuk Salma. Salma adalah salah satu teman terbaik kakak" jawab Fatima sambil menatap lembut wajah Andini.
"Kita berdoa ya Andini, agar keluarga kita diberikan rizki yang cukup untuk bisa membeli mantel lagi" ujar Fatima melanjutkan ucapannya, sambil membelai rambut Andini.
Andini tak menjawab apapun, ia hanya mengangguk dan kemudian memeluk kakaknya sambil berlinang air mata.
Mendengar pembicaraan adek dan kakak tersebut, Salma hanya terdiam. Salma merasa bersalah karena sudah membuang mantel usang itu. Tersadar dari lamunannya, saat menoleh ke samping kanan dan kirinya, ternyata sang Kakek berjanggut putih ternyata telah pergi dari tempat tersebut.
####
"Kakek... kakek.... kakek ke mana... kakeeek... "Salma pun berteriak dalam kamarnya. Mendengar teriakan Salma, Ibu pun terbangun dan segera menuju kamar Salma. Dibukanya kamar Salma perlahan lalu ibu pun duduk di dekat Salma. Saat ibu duduk di samping Salma, Salma pun langsung terjaga dari mimpinya, terbangun dan didapatinya sang ibu sudah didekatnya.
"Salma... Salma baik-baik saja kan?" tanya ibu sambil membelai rambut Salma.
"Iya bu.. Salma tidak apa-apa. Tadi Salma hanya bermimpi, diajak jalan-jalan oleh kakek baik hati ke rumah Fatima. Dalam mimpi itu, ternyata dia yang memberi hadiah mantel usang itu ibu. Padahal itu adalah mantel kesayangan Fatima, hadiah ulang tahun dari ayahnya" jawab Salma sambil terisak.
Mendengar cerita Salma, ibu hanya tersenyum, lalu berkata " Oh begitu.. lalu apa yang Salma rasakan sekarang ini?" tanya Ibu.
"Salma merasa bersalah bu, tadi Salma langsung membuang kado itu tanpa melihat siapa yang memberikannya. Padahal barangkali itu barang berharga satu-satunya yang dimiliki Fatima" jawab Salma.
"Sudahlah nak... Ibu paham kok. Tadi malam mantelnya sudah ibu ambil kok dari tempat sampah. Memang benar, itu hadiah dari Fatima. Ada sepucuk surat dalam hadiah itu. Salma belum membacanya kan? Fatima adalah sahabatmu yang baik nak" ujar ibu.
"Iya bu... Salma menyesal sekali. Nanti siang kita ke rumah Fatima ya bu, Salma ingin memberikan hadiah mantel yang bagus untuk Fatima" kata Salma.
"Boleh nak, sekarang sudah waktunya shalat subuh, ayo kita shalat dulu" kata ibu sambil beranjak.
Belum sempat Salma menjawab, dari luar rumah terdengar suara pintu diketuk. Salma dan ibu pun segera menuju pintu ruang depan. Ternyata yang mengetuk pintu adalah ayah Salma, yang baru saja sampai dari luar kota.
" Haloo Salma, selamat ulang tahun yaa... maaf Ayah kemarin tidak bisa datang. Ini ayah belikan kado untukmu. Ayo dibuka yaa" kata Ayah sambil menggendong Salma.
"Iya Ayah... tidak apa-apa.. Wah.. apa ini Ayah? Salma buka yaa " teriak Salma kegirangan.
Salma pun segera membuka bungkusan dari Ayah. Apa isinya? Ternyata isi bungkusan itu adalah sebuah mantel warna-warni yang sangaat indah. Salma pun terkejut, tertegun sebentar dan berkatalah kepada Ayahnya, "Ayah... bagus sekali. Salma senaaang sekali dengan hadiah dari Ayah. Emm, bolehkah Salma minta satu permintaan Ayah?" tanya Salma kepada ayahnya.
"Oh..boleh sekali nak, ayo sebutkan saja" jawab ayah bijak
"Ayah... ada temanku yang sangat menginginkan mantel yang bagus ini. Sementara Salma masih punya mantel banyak di rumah. Bolehkah Salma menghadiahkan pemberian Ayah ini untuknya?" tanya Salma sambil menatap ayahnya dengan tatapan penuh keraguan
"Oooh... itu permintaanmu nak. Tentu boleh sekali Salma, Ayah justru bangga dengan niatmu ini. Ayah bangga memiliki anak yang peduli dan baik hati seperti Salma. Ayo kapan mau diantarkan? Nanti sekalian ditemani Ayah sama Ibu" ujar Ayah.
"Alhamdulillaaah... terima kasih Ayah, ini adalah kado ulang tahun terbaik untuk Salma. Nanti siang antar Salma ke rumah Fatima ya Ayaah" teriak Salma sambil memeluk ayahnya dengan gembira.
#END
Parjo and Pardi come back #Persepsi and Realita (part 2)
.....................
"Gimane Di? Udah lebih seger" tanya Parjo saat keluar dari dalam rumahnya.
"Waah...mantep brow, pinter lu ya nyari istri. Rasa minumannya pas banget, bikin badan juga jadi seger.." jawab Pardi sambil terkekeh.
"Hahaha... ada-ada aja nih ente" sahut Parjo sambil duduk di dekat Pardi.
"Nah, sekarang gimane lanjutan yang tadi nih brow... penasaran ini gua" kata Pardi.
"Hehehe...oke, baiklah.. Mari kita lanjutkan. Begini, kalau tentang cara dia menyampaikan sesuatu, kita pakai analogi teko ama cangkir ya" terang Parjo.
"Weh... gimane itu brow" tanya Pardi penasaran
"Begini Di, kalau misalnya ada teko yang isinya susu jahe, kaya yang tadi ente minum, maka saat isi teko dituang ke gelas, kira-kira keluarnya apaan nih?" tanya Parjo.
"Yaa... udah pasti susu jahe lah brow.. masa keluarnya kopi, kagak mungkin kan" kata Pardi menanggapi.
"Beneer banget.. Apa yang keluar melalui teko, pasti sesuai dengan apa isi yang ada dalam teko tersebut. Begitu juga manusia, apa yang keluar dari diri manusia, dalam bentuk ucapan, perilaku... adalah cerminan dari apa yang ada di dalam dirinya" ujar Parjo.
"Laah...terus hubungannya ame yang gua alami apaan? Kenapa dia nyampeinnya dengan cara begitu kasar?" tanya Pardi.
"Begini broo... pertama, niat dia nyampein masukan atau kritik pastilah positif. Hanya saja, karena input yang sering dia dapat dalam kehidupan sehari-hari tentang komunikasi adalah berbeda dengan yang kita dapatkan, maka kita nerimanya jadi ga enak. Atau bisa jadi juga, dia masih sedikit sekali memiliki input terkait dengan komunikasi yang baik, sehingga penyampaiannya membuat kita kurang nyaman" terang Parjo panjang lebar.
"Hmmm...trus gimane dong kita nyikapinnya? tanya Pardi lagi.
"Paling mudah adalah... bilang begini 'oh...model penyampaian tanggapan dengan model beliau ternyata membuat saya kurang nyaman, berarti sebaiknya saya tidak menggunakan model itu saat menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Nah, karena saya belajar sesuatu hal yang baru dari beliau, berarti saya malah harus mengucapkan terima kasih. Pertama, karena beliau udah peduli sama saya dengan memberikan kritik. Kedua, karena beliau sudah mengajarkan bagaimana sebaiknya pola penyampaian kritik yang lebih baik" jawab Parjo.
"Muantappp brooooww.... bener-bener ya, punya prinsip bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah GURU, itu memang memberdayakan sekali" ujar Pardi sumringah.
"Hehehe... syukurlah, ayo lanjutkan minumnya, itu tempe gorengya dicoba" kata Parjo mengakhiri diskusinya siang itu.
Kado Ulang Tahun Salma (2)
................
Saat tertidur, Salma bermimpi bertemu dengan seorang Kakek berjanggut putih yang sangat ramah. Kakek ini ingin mengajak Salma untuk melihat sebuah tempat yang sangat indah. Dalam perjalanan Salma bertanya kepada kakek " Tempatnya masih jauh ya, Kek?" sambil matanya melihat ke wajah sang kakek.
"Heheheh.... sabarlah Salma, sebentar lagi kita akan sampai" jawab kakek sambil terkekeh.
"Tempatnya bagus kan kek?" tanya Salma lagi.
"Baguus sekali, sebuah desa dengan pemandangan alamnya yang indah" jawab kakek.
"Hmm... baiklah kakek, ayo kita lanjutkan perjalanan" balas Salma dengan muka yang sangat ceria.
Salma dan kakek berjanggut putih pun melanjutkan perjalanannya. Tak lama kemudian sampailah mereka di sebuah desa yang pemandangannya sungguh indah, sama seperti yang dikatakan kakek kepada Salma dalam perjalanan tadi.
"Waaah... indah sekali ya, Kek" sahut Salma.
"Iyaa Salma, betul kan kata kakek tadi?" kata kakek
"Iyaa Kek, terima kasih yaa sudah mengajak Salma ke sini" Salma menanggapi sambil merentangkan tangannya ke atas, seolah sangat menikmati keindahan pemandangan di desa itu.
"Salma, ayo kakek ajak ke rumah salah satu anak baik yang ada di desa ini" kata kakek berjanggut putih sambil menggandeng tangan Salma.
"Oh...siapakah dia kakek?" tanya Salma.
"Nanti kamu juga akan kenal, dia seumuran dengan kamu Salma" jawab kakek sambil tersenyum.
"Baiklah kakek, tentu aku akan sangat senang bisa berkenalan dengannya nanti" kata Salma menutup pembicaraan dengan kakek.
Setelah beberapa saat berjalan, tampaklah di depan Salma dan kakek berjanggut putih, sebuah rumah sederhana. Walaupun sederhana, rumah ini terlihah sangat terawat. Kanan kirinya ditanami bunga-bunga yang indah warnanya. Halamannya pun ditumbuhi dengan rumput hijau yang tertata rapi. Ditambah dengan adanya satu buah ayunan yang dibuat dengan bahan-bahan seadanya.
Kakek pun mengajak Salma untuk mendekat ke rumah tersebut. Setelah sampai di samping rumah, Salma bermaksud untuk mengetuk pintu rumah tersebut, tak sabar ingin berkenalan dengan penghuni rumahnya. Akan tetapi, sebelum Salma melakukan niatnya, kakek berjanggut putih buru-buru melarangnya.
Kira-kira kenapa ya sang kakek berjanggut melarang Salma untuk mengetuk pintunya? Adakah sesuatu yang berbahaya di dalam rumah tersebut? Atau ada alasan lain? Kita sambung di cerita berikutnya yaa...
Monday, September 23, 2013
Melihat ke Dalam Diri
Ada seorang kakek yang sedang
tertidur. Saat sang kakek ini tertidur dengan pulasnya, masuklah cucunya yang
paling usil ke kamar sambil membawa terasi mentah. Dasar cucu usil, melihat
kakeknya tertidur pulas, dioleskannyalah sebagian dari terasi mentah yang
dibawanya itu ke bawah hidung kakeknya. Takut ketahuan sang kakek, cucu usil
ini pun segera meninggalkan kamar setelah melaksanakan aksi nakalnya.
Tak berapa lama, sang kakek
terbangun. Begitu terbangun, langsung tercium aroma terasi dalam kamarnya. “Huh,
aneh sekali kamarku ini, kenapa baunya seperti bau terasi ya, padahal tidak
biasanya seperti ini” kata sang Kakek sambil mengelus-elus janggutnya yang
panjang.
“Hmm, mungkin kamarku saja yang
bau, kalau begitu aku keluar kamar saja, agar terbebas dari bau terasi ini”
gumam sang kakek sambil berjalan meninggalkan kamarnya.
Setelah keluar dari kamarnya, kakek
ini menuju ke dapur. Ternyata di dapur pun terdapat bau yang sama yaitu bau
terasi. Kakek pun segera berpindah ke
ruang tamu dan ternyata di ruang tamu juga tercium bau terasi. Tak tahan dengan
suasana di dalam rumahnya yang bau terasi, sang kakek pun keluar rumah dan apa
yang terjadi? Ternyata di luar rumah pun tetap tercium bau terasi. Menyadari
hal itu, berteriaklah sang kakek dengan kesalnya, “Dunia ini bau terasi!!!”.
Cerita yang lucu sekaligus kita
bisa mengambil pelajaran darinya. Seandainya sang kakek mau berkaca sebentar
atau ke kamar mandi untuk membasuh mukanya, sangat mungkin sang kakek akan
terbebas dari derita bau terasi yang diciumnya. Namun kakek ini tidak
melakukannya dan justru menyimpulkan bahwa “dunia ini bau terasi”.
Seringkali saat kita menghadapi
sebuah masalah atau tantangan dalam hidup, kita justru berfokus kepada sesuatu
yang ada di luar diri kita. Kita salahkan orang-orang di sekitar kita,
menyalahkan system, bahkan menyalahkan Tuhan. Padahal, seandainya kita mau
merenung sejenak. Berhenti sejenak untuk melihat ke dalam diri kita, lalu
menanyakan “Hal apa ya yang bisa saya pelajari dari kejadian yang saya alami
ini?”
Maka boleh jadi masalah apapun yang kita hadapi akan menjadi sebuah objek
penelitian yang memberdayakan untuk diri kita. Menjadi teringat dengan
kata-kata bijaksana ini “tidak ada masalah dengan masalah, yang menjadi masalah
adalah cara pandang kita menyikapi sebuah masalah”. Masalah berpotensi menjadi
sesuatu yang indah saat kita mau menelaah, menyelam ke dalam diri dan berbenah
menjadi insan yang lebih terarah.
Memberi Maka Menerima
Sebagai seorang manusia, sudah
seharusnya kita meyakini bahwa Tuhan itu adalah Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Tuhan memberikan rizki kepada semua hambaNya, tanpa terkecuali. Baik
hambaNya yang rajin beribadah maupun yang sebaliknya. Asalkan orang tersebut
mau berusaha, maka dia akan mendapatkan bagian rizkinya.
Dalam hidup ini berlaku pula
salah satu mekanisme penting yaitu hukum kekekalan energi. Dalam hal ini kita
tidak akan membahas terlalu jauh mengenai apa itu energi dan sebagainya. Secara
ringkasnya, hukum ini menjelaskan bahwa apa yang kita akan tuai itu adalah
tergantung dari apa yang sebelumnya kita tanam. Saat kita melakukan kebaikan,
maka secara kontan atau pada saat yang tepat menurut Tuhan, kita akan mendapatkan
balasan yang serupa atau bahkan lebih banyak lagi.
Ada sebuah cerita menarik
mengenai seorang anak laki-laki yang sedang berjalan-jalan di hutan. Anak
laki-laki ini berasal dari keluarga yang kurang mampu. Anak ini bercita-cita
ingin menjadi seorang dokter. Nah, pada saat dia sedang berjalan di hutan ini,
terdengarlah teriakan minta tolong. Dicarinya sumber suara ini dan ditemukanlah
seorang anak laki-laki yang sebaya dirinya terjebak dalam kubangan lumpur.
Tanpa berpikir panjang,
ditolonglah anak laki-laki ini dan diantarkan ke rumahnya. Ternyata anak
laki-laki yang ditolong ini berasal dari keluarga bangsawan. Ayah sang anak
laki-laki yang ditolong ini sangat berterima kasih kepada anak laki-laki yang
menolong anaknya. Sebagai ucapan terima kasih, diberikanlah hadiah uang
kepadanya. Namun anak ini menolak dan berkata, “sudah sepantasnya antar sesame
berbuat baik dan saling tolong menolong”.
Akhirnya kedua anak laki-laki ini
bersahabat baik. Anak laki-laki yang menolong ini akhirnya disekolahkan oleh
sang bangsawan ke sekolah kedokteran. Kelak, setelah lulus, dia menjadi penemu
peninsilin, dialah dokter Alexander Flemming.
Adapun anak laki-laki sang
bangsawan akhirnya menjadi seorang tentara. Pada suatu hari, setelah perang
dunia, kakinya mengalami cedera dan bahkan terkena infeksi. Namun infeksi yang
dialaminya tidak menjadi semakin parah karena tertolong oleh penemuan Flemming
yaitu peninsilin tadi. Anak laki-laki ini selamat dan akhirnya setelah dewasa
menjadi seorang perdana menteri Inggris yang terkenal. Dialah Winston Churcill.
Sebuah cerita sederhana yang
menggambarkan betapa satu kebaikan yang kita lakukan pun akan dibalas dengan
kebaikan pula. Bahkan balasan yang kita terima bisa jadi lebih banyak dari
kebaikan yang kita lakukan. Mari terus berbuat kebaikan, mari menjadi
perantaraNya sebagai penebar cinta kasih di sekitar kita.
Thursday, September 12, 2013
Parjo and Pardi Come Back #Persepsi and Realita (part 1)
Suatu hari Parjo kedatangan seorang tamu. Tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya, si Pardi. Terlihat Pardi agak murung, seperti ada sesuatu yang harus segera diceritakan kepada Parjo.
"Kenape ente Di, kayak lagi ada masalah ente" sambut Parjo sambil membawakan minuman jahe susu.
"Wah...iye ni brow.. gua lagi bete. Lagi emosi ama seseorang" jawab Pardi sambil menunjukkan mimik marah.
"Waduh...bigimane bisa begitu, Di? Apaan penyebabnya nih?" tanya Parjo.
"Begini brow.. gua kan kemarin jadi pimpinan rapat nih. Nah, pas gua nyampein beberapa pernyataan, eh dipotong ama salah satu peserta rapat. Tanpa ijin langsung ngerespon negatif pernyataan-pernyataan gua. Mana kata-katanya nyakitin banget lagi. Ngerasa direndahin gua broow" jawab Pardi sambil bersungut-sungut.
"Oh... begitu, Di... Ya..ya.. ane paham sekarang. Anyway, trus apa yang ente inginkan nih?"tanya Parjo lagi.
" Ya... gua pengen kagak emosi lagi brow... Sebenernya gua juga nyadar, di kelak kemudian hari, bakal ada kemungkinan terulang hal yang sama. So, gua emang perlu solusi jangka panjang nih. Biar gua bisa lebih mengkondisikan perasaan yang beginian" terang Pardi.
"Hmm... oke.. oke... pertama gini, Di. Menurutmu itu apa?" tanya Parjo sambil menunjuk tumpukan buku di perpustakaan rumahnya.
"Ya elaah.... ya jelas-jelas tumpukan buku begitu kok. Ngapain pake ditanyain. Emang elu ada jawaban lain, Jo?" jawab Pardi sekenanya.
"Emm... menurut ane itu tumpukan kertas kok, yang bisa untuk membakar ketela. Menurut ane itu juga kaya kursi, bisa untuk duduk" kata Parjo menanggapi pertanyaan Pardi sambil tersenyum.
Pardi terdiam lalu bertanya, "Bener juga sih, trus kenape emangnya bro?"
"Lho itu artinya cara kita melihat sesuatu bisa beda-beda kan? Jelas-jelas sama benda yang kita lihat. Tapi nyatanya, jawaban ane sama ente bisa beda. Artinya berbeda sudut pandang itu hal yang wajar bukan?" jawab Parjo menjelaskan.
"Wah...bener juga ya. Artinya apa yang menurut gua bagus, belum tentu bagus menurut orang lain, begitu brow?" Pardi mencoba memastikan lagi.
"Bener banget bro, itu yang ane maksud" jawab Parjo sambil menyeruput jahe susu buatan istrinya #widiii :D
"Okai, bab itu gua paham. Tapi kenapa dia musti gitu nyampeinnya sih brow... kan dia bisa pake cara lain untuk menyampaikan. Biar gua tetep ngerasa nyaman gitu. Piye itu brow?"
"Hehehe.... tenang... bakal ane jawab. Sekarang diminum dulu itu jahe susunya, keburu dingin" jawab Parjo untuk mencairkan suasana.
#Lanjut ke besok ya :D
"Kenape ente Di, kayak lagi ada masalah ente" sambut Parjo sambil membawakan minuman jahe susu.
"Wah...iye ni brow.. gua lagi bete. Lagi emosi ama seseorang" jawab Pardi sambil menunjukkan mimik marah.
"Waduh...bigimane bisa begitu, Di? Apaan penyebabnya nih?" tanya Parjo.
"Begini brow.. gua kan kemarin jadi pimpinan rapat nih. Nah, pas gua nyampein beberapa pernyataan, eh dipotong ama salah satu peserta rapat. Tanpa ijin langsung ngerespon negatif pernyataan-pernyataan gua. Mana kata-katanya nyakitin banget lagi. Ngerasa direndahin gua broow" jawab Pardi sambil bersungut-sungut.
"Oh... begitu, Di... Ya..ya.. ane paham sekarang. Anyway, trus apa yang ente inginkan nih?"tanya Parjo lagi.
" Ya... gua pengen kagak emosi lagi brow... Sebenernya gua juga nyadar, di kelak kemudian hari, bakal ada kemungkinan terulang hal yang sama. So, gua emang perlu solusi jangka panjang nih. Biar gua bisa lebih mengkondisikan perasaan yang beginian" terang Pardi.
"Hmm... oke.. oke... pertama gini, Di. Menurutmu itu apa?" tanya Parjo sambil menunjuk tumpukan buku di perpustakaan rumahnya.
"Ya elaah.... ya jelas-jelas tumpukan buku begitu kok. Ngapain pake ditanyain. Emang elu ada jawaban lain, Jo?" jawab Pardi sekenanya.
"Emm... menurut ane itu tumpukan kertas kok, yang bisa untuk membakar ketela. Menurut ane itu juga kaya kursi, bisa untuk duduk" kata Parjo menanggapi pertanyaan Pardi sambil tersenyum.
Pardi terdiam lalu bertanya, "Bener juga sih, trus kenape emangnya bro?"
"Lho itu artinya cara kita melihat sesuatu bisa beda-beda kan? Jelas-jelas sama benda yang kita lihat. Tapi nyatanya, jawaban ane sama ente bisa beda. Artinya berbeda sudut pandang itu hal yang wajar bukan?" jawab Parjo menjelaskan.
"Wah...bener juga ya. Artinya apa yang menurut gua bagus, belum tentu bagus menurut orang lain, begitu brow?" Pardi mencoba memastikan lagi.
"Bener banget bro, itu yang ane maksud" jawab Parjo sambil menyeruput jahe susu buatan istrinya #widiii :D
"Okai, bab itu gua paham. Tapi kenapa dia musti gitu nyampeinnya sih brow... kan dia bisa pake cara lain untuk menyampaikan. Biar gua tetep ngerasa nyaman gitu. Piye itu brow?"
"Hehehe.... tenang... bakal ane jawab. Sekarang diminum dulu itu jahe susunya, keburu dingin" jawab Parjo untuk mencairkan suasana.
#Lanjut ke besok ya :D
Pengabdian Cinta
Saat kata menjadi berbeda
Saat kata menjadi sentuhan penuh makna
Melambungkan kesadaran
Membuka relung-relung kasih sayang
Tertunduk tak berdaya
Mengiringi pekatnya cahaya
Merangsang buliran buliran rasa
Terdiam
Tenggelam
Sejatinya engkau berdaya
Sejatinya engkau penghasil karya
Sejatinya engkau bisa tundukkan dunia
Sejatinya engkau adalah bagian sang Maha
Maka pantaskah diammu?
Maka pantaskah kesia-siaan itu?
Maka pantaskah hanya sebatas itu?
Ataukah memang itu pilihanmu?
Lihatlah cahaya gemintang terbentang
Membimbingmu dengan kelembutan
Mengajakmu kembali berkelana
Menemukan keabadian pengabdian
Hidupmu adalah hidupku
Waktumu adalah waktuku
Milikmu adalah milikku
Hatimu adalah hatiku
Kosong adalah paripurna
Monday, September 9, 2013
Kado Ulang Tahun Salma (1)
Salma adalah anak yang lincah dan lucu. Tingkah lakunya selalu membuat orang tuanya tersenyum. Termasuk juga di lingkungan teman-temannya. Salma selalu bisa membuat setiap teman yang dekat dengannya merasa nyaman.
Pada suatu hari, satu hari menjelang ulang tahunnya, Salma tampak murung. Padahal tidak biasanya Salma seperti itu. Melihat keadaan Salma, ibu pun mendekati Salma, "Nak, apa yang sedang kamu rasakan, ayo cerita sama ibu" kata ibu lembut.
" Aku sedih bu, sebentar lagi hari ulang tahunku dan ayahku tidak ada di rumah" jawab Salma singkat.
"Lho, kan masih ada ibu, besok juga Ibu akan undang teman-teman Salma, jadi acara perayaan ulang tahun Salma tetap rame" kata ibu menenangkan.
"Hmmh.. tetap saja akan beda bu" jawab Salma sambil menangis lalu masuk ke kamar.
Esok paginya, rumah Salma sudah mulai padat dengan teman-teman Salma yang sengaja diundang oleh ibu Salma untuk meramaikan ulang tahun Salma. Saat acara sudah siap dimulai, Salma ternyata masih belum keluar dari kamar. Salma masih ngambek karena ketiadaan ayahnya di hari ulang tahunnya.
"Salma, ayo keluar nak, kasihan teman-temanmu sudah menunggu" bujuk ibu sambil mengetuk pintu kamar Salma.
"Bu...Ayah mana... Ayah sudah pulang?" tanya Salma dari dalam kamarnya.
"Belum nak...Ayah kan sedang ada acara di luar kota, semoga Ayah segera pulang.. Ayo keluar nak" bujuk Ibu lagi.
Tak tega mendengar bujukan ibunya, akhirnya Salma pun keluar dari kamarnya. Dengan muka bersungut-sungut, Salma pun mengikuti rangkaian acara demi acara di hari ulang tahunnya.
Selesai acara, tibalah saatnya semua kado yang diberikan oleh teman-teman Salma dikumpulkan. Salma membuka satu per satu kado yang diberikan oleh teman-temannya. Sampai tiba pada satu bungkusan kumal yang ternyata setelah dibuka adalah satu buah mantel atau jas hujan yang terlihat sudah usang.
Melihatnya, Salma pun marah. Dilemparkannya kado itu ke lantai sambil berkata, "huh...siapa sih yang memberikan kado seperti ini, mending tidak usah datang kalau cuma bawa kado seperti ini".
Ibu yang melihat hal itu pun mendekati Salma, "Ada apa nak? Mengapa kamu membuang kado itu? Bukankah itu hadiah ulang tahun dari temanmu?" tanya Ibu
"Iya bu.. Salma tahu, tapi kenapa dia memberikan hanya sebuah mantel yang usang ini? Huh... Salma benar-benar tidak suka!!" teriak Salma sambil masuk kamar dan mengunci rapat pintunya.
Ibu hanya bisa terdiam melihat tingkah laku anaknya. Batin ibu, biarlah Salma tenang sejenak, nanti kalau sudah cukup tenang, ia akan mengajaknya bicara.
Dalam kamar, karena terlalu lelah, Salma pun tertidur. Dalam tidurnya Salma bermimpi. Mimpi yang kelak akan mengubah Salma menjadi anak yang lebih baik. Apa ya kira-kira mimpi Salma? Kita lanjutkan di episode berikutnya ya.
Pada suatu hari, satu hari menjelang ulang tahunnya, Salma tampak murung. Padahal tidak biasanya Salma seperti itu. Melihat keadaan Salma, ibu pun mendekati Salma, "Nak, apa yang sedang kamu rasakan, ayo cerita sama ibu" kata ibu lembut.
" Aku sedih bu, sebentar lagi hari ulang tahunku dan ayahku tidak ada di rumah" jawab Salma singkat.
"Lho, kan masih ada ibu, besok juga Ibu akan undang teman-teman Salma, jadi acara perayaan ulang tahun Salma tetap rame" kata ibu menenangkan.
"Hmmh.. tetap saja akan beda bu" jawab Salma sambil menangis lalu masuk ke kamar.
Esok paginya, rumah Salma sudah mulai padat dengan teman-teman Salma yang sengaja diundang oleh ibu Salma untuk meramaikan ulang tahun Salma. Saat acara sudah siap dimulai, Salma ternyata masih belum keluar dari kamar. Salma masih ngambek karena ketiadaan ayahnya di hari ulang tahunnya.
"Salma, ayo keluar nak, kasihan teman-temanmu sudah menunggu" bujuk ibu sambil mengetuk pintu kamar Salma.
"Bu...Ayah mana... Ayah sudah pulang?" tanya Salma dari dalam kamarnya.
"Belum nak...Ayah kan sedang ada acara di luar kota, semoga Ayah segera pulang.. Ayo keluar nak" bujuk Ibu lagi.
Tak tega mendengar bujukan ibunya, akhirnya Salma pun keluar dari kamarnya. Dengan muka bersungut-sungut, Salma pun mengikuti rangkaian acara demi acara di hari ulang tahunnya.
Selesai acara, tibalah saatnya semua kado yang diberikan oleh teman-teman Salma dikumpulkan. Salma membuka satu per satu kado yang diberikan oleh teman-temannya. Sampai tiba pada satu bungkusan kumal yang ternyata setelah dibuka adalah satu buah mantel atau jas hujan yang terlihat sudah usang.
Melihatnya, Salma pun marah. Dilemparkannya kado itu ke lantai sambil berkata, "huh...siapa sih yang memberikan kado seperti ini, mending tidak usah datang kalau cuma bawa kado seperti ini".
Ibu yang melihat hal itu pun mendekati Salma, "Ada apa nak? Mengapa kamu membuang kado itu? Bukankah itu hadiah ulang tahun dari temanmu?" tanya Ibu
"Iya bu.. Salma tahu, tapi kenapa dia memberikan hanya sebuah mantel yang usang ini? Huh... Salma benar-benar tidak suka!!" teriak Salma sambil masuk kamar dan mengunci rapat pintunya.
Ibu hanya bisa terdiam melihat tingkah laku anaknya. Batin ibu, biarlah Salma tenang sejenak, nanti kalau sudah cukup tenang, ia akan mengajaknya bicara.
Dalam kamar, karena terlalu lelah, Salma pun tertidur. Dalam tidurnya Salma bermimpi. Mimpi yang kelak akan mengubah Salma menjadi anak yang lebih baik. Apa ya kira-kira mimpi Salma? Kita lanjutkan di episode berikutnya ya.
Sunday, September 8, 2013
Senandung Rindu
Kamu takkan pernah tahu
Kamu takkan pernah pahami
Apa yang sebenarnya aku mau
Apa yang sebenarnya aku inginkan terjadi
Tak usahlah kau bertanya
Cukup kau jalani saja
Tak usahlah kau bersusah
Cukup engkau berpasrah
Tak perlu kau banggakan dirimu
Tak perlu kau sombongkan kemampuanmu
Karena kau takkan bisa tanpaku
Karena ku bisa saja melemahkanmu
Saat kau lelah
Saat kau letih
Kemarilah peluklah aku dengan cintamu
Mendekatlah dan rasakan kehangatan cintaku
Aku rindu ucapan lirihmu
Aku rindu penyesalanmu
Aku rindu air mata penuh khidmat
Yang terpancar dari hati-hati yang terbuka
Tercerahkan..
Tersadarkan...
Abaikan keraguanmu
Langkahkan mantap dengan imanmu
Perbaiki akhlakmu
Murnikan cintamu
Kamu takkan pernah pahami
Apa yang sebenarnya aku mau
Apa yang sebenarnya aku inginkan terjadi
Tak usahlah kau bertanya
Cukup kau jalani saja
Tak usahlah kau bersusah
Cukup engkau berpasrah
Tak perlu kau banggakan dirimu
Tak perlu kau sombongkan kemampuanmu
Karena kau takkan bisa tanpaku
Karena ku bisa saja melemahkanmu
Saat kau lelah
Saat kau letih
Kemarilah peluklah aku dengan cintamu
Mendekatlah dan rasakan kehangatan cintaku
Aku rindu ucapan lirihmu
Aku rindu penyesalanmu
Aku rindu air mata penuh khidmat
Yang terpancar dari hati-hati yang terbuka
Tercerahkan..
Tersadarkan...
Abaikan keraguanmu
Langkahkan mantap dengan imanmu
Perbaiki akhlakmu
Murnikan cintamu
Sunday, September 1, 2013
Manusia dan Buku
Pada setiap hal
apapun yang Tuhan ciptakan di dunia ini, selalu terkandung banyak pelajaran.
Kita bisa mendapatkan hikmah, mendapatkan motivasi, juga inspirasi. Saat kita
mengamati sebuah buku tulis misalnya. Buku tulis ini bisa menggambarkan diri
kita sebagai seorang manusia.
Bagian depan
dari buku tulis (cover depan) seolah menggambarkan tanggal lahir kita. Saat
dimana kita diciptakan olehNya di dunia ini. Kalau cover depan menggambarkan tanggal lahir kita, maka tentu saja cover belakang adalah menggambarkan
tanggal kematian kita. Begitu kita masuk ke halaman pertama dalam buku tulis,
itulah masa kehidupan kita selanjutnya. Lembaran-lembaran buku menggambarkan
waktu demi waktu yang kita lalui dalam hidup ini.
Lalu bagaimana
dengan tulisan yang kita tuliskan dalam tiap lembarannya? Tulisan yang kita
goreskan dalam lembaran buku menggambarkan aktivitas hidup yang kita jalani
semasa hidup. Seperti kita ketahui, dua pilihan utama adalah aktivitas hidup
yang baik dan penuh berkah, atau sebaliknya.
Seperti halnya
manusia, ada yang berumur panjang, ada juga yang berumur pendek. Buku tulis pun
demikian, ada yang tebal, ada juga yang tipis. Tebal atau tipisnya buku
menggambarkan jatah usia kita di dunia ini. Memang bukan tentang panjang atau
pendeknya usia manusia, yang lebih penting adalah bagaimana kualitas hidup
manusia selama hidupnya. Pada buku pun demikian, ada buku tebal yang menarik
untuk dibaca, namun ada pula buku tipis yang sama sekali tidak menarik. Bisa
juga berlaku sebaliknya.
Nah, kalau kita
pernah melihat film kungfu panda, di sana ada istilah seperti ini, Yesterday is a history, tomorrow is a
mistery, and Today is a Gift, that’s why we call it present. Waktu tak akan pernah kembali, yang sudah
berlalu, tak akan pernah kembali lagi. Seperti buku, saat kita sudah terlanjur
menuliskan hal yang kurang baik, segeralah buka lembaran baru yang masih putih
dan bersih. Selanjutnya, tuliskan hal-hal baru yang lebih baik, dari hasil kita
belajar sebelumnya. Saat kita melakukan kesalahan, sadari, akui, terima, lalu
perbaiki langkah kita ke depan. Apa yang sudah kita lakukan di masa lalu tak
akan bisa diotak-atik lagi. Seperti halnya tulisan yang sudah terlanjur kita
tulis, tak akan mungkin kita edit lagi.
Jadi mari kita
terus isi lembaran-lembaran dalam buku kehidupan kita dengan baik. Karena buku
kehidupan ini akan menjadi acuan bagi siapapun yang akan membacanya kelak.
Termasuk anak cucu kita. Mari menulis dengan tinta cinta dan kasih sayang dan
dengan pena kebijaksanaan. Yakinlah selalu bahwa Tuhan selalu ada di dekat
kita. Selalu ada senyum di setiap air mata. Selalu ada hikmah dalam setiap
cobaan. Terus melangkah..terus berbenah.
Memimpin itu Mempengaruhi
Rekan-rekan
semua barangkali pernah melihat sebuah film pendek yang mengisahkan tentang
anak india dan sebatang pohon yang tumbang di tengah jalan. Dalam film itu
dikisahkan, ada sebuah pohon besar yang tumbang di tengah jalan dan menghalangi
pengguna jalan untuk melewatinya. Para pengguna jalan pun terpaksa harus
menghentikan perjalanannya. Beberapa ada yang menggerutu. Beberapa ada yang
melaporkan ke pihak terkait dan menunggu tindakan selanjutnya. Beberapa ada
yang hanya berdiam diri dalam kendaraannya.
Tak lama
kemudian, ada seorang anak laki-laki kecil yang mendekati pohon yang tumbang
tersebut. Dalam keadaan hujan deras, si anak mencoba memindahkan pohon tersebut
dengan segenap kekuatannya. Bagaimana hasilnya? Sia-sia!! Ya, memang pohon itu
tak bergerak sedikitpun. Hanya saja, apa yang dilakukan oleh anak tersebut
menjadikan teman-teman si anak kecil ini ikut mendatangi anak kecil ini untuk
mendorong pohon tersebut. Alhasil, tindakan ini pun juga menggerakkan semua
pengguna jalan untuk ikut memindahkan pohon tersebut. Dan, Ajaib!! Pohon itu
akhirnya bisa dipindahkan bersama-sama dan lalu lintas bisa lancar kembali.
Kalau kita
cermati, apa yang dilakukan anak kecil ini sungguh sederhana. Dilihat secara
fisik, sebuah hal yang mustahil dia bisa memindahkan pohon besar itu sendirian.
Namun keberadaanya bisa mempengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk melakukan
hal yang sama. Bagaimana bisa? Karena si anak kecil memberikan contoh yang
nyata, memberikan teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Keteladanan, ya inilah
yang harus dimiliki untuk bisa mempengaruhi dalam kapasitas sebagai seorang
pemimpin.
Mempengaruhi
bagi seorang pemimpin adalah melalui proses yang memerlukan waktu. Tidak bisa
dengan proses yang instan. Pembentukan karakter tentu saja berbeda dengan
mencetak sebuah barang, yang hanya memerlukan waktu singkat. Mempengaruhi
berbeda dengan memaksa. Mempengaruhi dekat dengan kesadaran penuh untuk
melakukan. Adapun paksaan dekat dengan ketidaknyamanan dan tekanan.
Seperti halnya
cerita mengenai perlombaan matahari dan angin. Saat itu matahari dan angin
berlomba, siapa yang paling cepat bisa membuat manusia bumi membuka bajunya
dengan cepat. Giliran pertama adalah angin. Angin langsung menggunakan
kekuatannya untuk menerjang manusia bumi. Apa yang terjadi? Manusia bumi justru
semakin kuat memegang bajunya. Semakin diterpa angin, semakin kencang manusia
bumi memegang bajunya. Angin pun merasa gagal dan kembali.
Tiba giliran
matahari untuk mencoba. Mula-mula matahari hanya menggunakan sedikit pengaruh
sinarnya untuk memunculkan kondisi yang gerah pada manusia bumi. Semakin lama,
pengaruh sinar sang matahari ini semakin ditingkatkan. Akibatnya, cuaca menjadi
semakin gerah. Akhirnya, manusia bumi pun melepas bajunya karena tak tahan
dengan suasana gerah yang dialaminya. Matahari pun menang dalam perlombaan
tersebut.
Sahabat semua,
mari terus belajar, mari terus benahi diri. Mari terus mempantaskan diri agar
kita bisa menjadi pemimpin yang memiliki pengaruh. Memimpin diri sendiri adalah
sebuah keutamaan. Namun tugas kita tidak hanya berhenti di situ. Setelah ada
keutamaan maka bagaimana menebarkan keutamaan itu kepada orang-orang di sekitar
kita. Menebarkan pengaruh kebaikan yang menjadikan kualitas kepemimpinan kita
semakin bermakna.
Akar itu (biasanya) Tak Terlihat Kawan
Pernah melihat
pohon besar? Sudah pasti pernah bukan? Saat kita mengamati detail, bagian mana
yang paling terlihat dari sebuah pohon? Mari kita sebutkan satu persatu.
Sebagian besar dari kita pasti akan menyebutkan hal berikut ini ; batangnya,
daunnya, dahannya, tangkainya, buahnya, warna daunnya, warna buahnya, dan
sebagainya. Lho kok tidak ada yang menyebutkan akar? Tentu saja, akar kan tidak
kelihatan, letaknya saja di dalam tanah (untuk sebagian besar pohon). Sudah
pasti tak terlihat secara langsung kecuali kita mau menggalinya.
Menariknya, saat
kita menggalinya, bisa jadi kita akan menemukan sebuah rangkaian akar yang
sangat panjang. Bahkan bisa ditemukan rangkaian akar yang letaknya sangat jauh
dari keberadaan pohon itu sendiri. Kok bisa begitu? hehe… terlalu panjang kalau
dijelaskan secara ilmiah di sini. Lebih penting yang perlu kita ketahui yaitu,
untuk tumbuh, pohon memerlukan bahan makanan. Peran akar adalah menyerap
bahan-bahan makanan yang diperlukan oleh pohon untuk tumbuh dan berkembang. Bagaimana
kalau tidak ada akar? Resikonya, pohon belum tentu bisa bertahan hidup.
Gambaran di atas
adalah saat kita melihat sebuah pohon. Kalau kita letakkan pada diri manusia,
maka apa yang terlihat secara mata normal adalah bentuk fisik dan perilakunya.
Artinya, batang, daun, buah, dahan itu adalah bentuk fisik manusia, ucapan
manusia, perilaku manusia, pakaian manusia dan segala apapun yang bisa kita
lihat secara langsung oleh mata tanpa perantara.
Sedangkan akar
dalam sebuah pohon, jika diletakkan pada diri manusia adalah hati nurani kita.
Hati nurani yang menyerap hikmah-hikmah
dan pelajaran apapun dalam hidup. Hati nurani yang memproduksi sesuatu
yang disebut sebagai karakter, habit, unsconscious
mind, pola pikir dan rekan-rekannya.
“Mereka” yang tidak bisa terlihat langsung oleh pandangan langsung.
Perlu kecermatan lebih lanjut untuk mengetahuinya, itu pun belum cukup untuk
bisa mengetahui semua isinya.
Seperti halnya
akar, maka hati nurani inilah yang berperan besar untuk membentuk ‘penampakan’
manusia. Kalau kita memiliki teko berisi kopi, saat kita tuangkan dalam gelas,
maka keluarnya adalah kopi. Saat hati nurani memproduksi karakter yang baik,
maka akan menjadi baiklah penampakan manusia dalam pandangan manusia yang lain.
Baik itu dalam ucapan, pemikiran, tindakan, kebiasaan maupun dalam hal nasib.
So, yang tak
terlihat bukan berarti tak penting. Akar tak terlihat, tapi berperan besar
untuk tumbuh kembang pohon. Hati nurani adalah tak terlihat, tapi justru dari
sanalah menjadi sumber dari bagaimana manusia akan terus tumbuh menjadi manusia
yang sesungguhnya. Lebih dari semua itu adalah keberadaan Dia Yang Maha Agung,
DIa yang dengan mudah bisa membolak-balik hati manusia. DIA-lah akar dari semua
hal yang terjadi di dunia ini dalam hidup manusia.
*Salam Hikmah*
*Artikel ini telah terpublikasi juga di www.motivasiinspirasi.com
Subscribe to:
Posts (Atom)